Sabtu, 13 Mei 2017

KONFLIK PERAIRAN AMBALAT




Oleh : Rita Apriani
1510631180131 / IP 4D
Ilmu Pemerintahan
Universitas Negeri Singaperbangsa Karawang

KONFLIK PERAIRAN AMBALAT DALAM TEORI HUKUM INTERNASIONAL

Blok Ambalat terletak di laut Sulawesi atau selat Makasar yang secara geografis langsung berbatasan dengan negara Malaysia dan kaya akan potensi sumber daya alam yang diperkirakan mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan 30 tahun ke depan sehingga menjadikan Blok Ambalat menjadi rawan konflik.[1] Wilayah Blok Ambalat merupakan milik Indonesia, hal ini berdasarkan bukti penandatanganan Perjanjian Tapal Batas Kontinen Indonesia – Malaysia pada tanggal 27 Oktober 1969, yang ditandatangani di Kuala Lumpur yang kemudian diratifikasi pada tanggal 7 November 1969.[2] Hal inilah yang menjadi dasar hukum bahwa Blok Ambalat berada di bawah kepemilikan Indonesia. Penyelesaian sengketa Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia, menurut hukum Internasional harus dilakukan secara damai.[3]

Tahun 1979 pihak Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritim dengan serta merta menyatakan dirinya sebagai negara kepulauan dan secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukkan  blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4º 10' arah utara melewati pulau sebatik. Tentu peta inipun diprotes dan tidak diakui oleh pihak Indonesia dengan berkali – kali pihak Malaysia membuat sendiri peta sendiri padahal telah adanya perjanjian – perjanjian tapal batas laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970, masyarakat Indonesia melihatnya sebagai perbuatan secara terus – menerus dari pihak Malaysia seperti ingin melakukan ekspansi terhadap wilayah Indonesia. Pihak Malaysia, Petronas memberikan konsesi eksplorasi minyak kepada perusahaan Shell pada Februari 2005. Pada 3 Juni 2009 Krisis blok Ambalat antara pemerintah Indonesia dan Malaysia terus memanas, sebanyak 13 kali kapal dan pesawat angkatan tentara Malaysia memasuki wilayah kedaulatan Indonesia di Ambalat Kalimantan Timur, Sejak Januari 2009 hal ini mengundang keseriusan bagi Indonesia untuk menegakkan kedaulatan di blok Ambalat. Sebab itu, DPR bersama Parlemen Belanda mengadakan pertemuan untuk membahas kerjasama pemenuhan kebutuhan kapal perang canggih untuk pertahanan keamanan dan menjaga kedaulatan NKRI.[4]

Alternatif penyelesaian sengketa Ambalatn dengan menggunakan teori Hukum Internasional[5] menyediakan berbagai metode dalam rangka penyelesaian sengketa hukum laut:
1.      Penyelesaian Sengketa secara damai :
a.       Penyelesaian melalui jalur diplomatik :
-          Negosiasi  : penyelesaian sengketa yang paling dasar dan paling tua digunakan oleh manusia. Dilakukan oleh 2 pihak bilateral yang bersengketa
-          Mediasi    : cara atau metode penyelesaian melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut sering disebut dengan mediator bisa negara, organisasi Internasional atau individu.
-          Konsiliasi : cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibanding mediasi oleh pihak ke tiga atau oleh suatu komisi yang dibentuk oleh para pihak.
-          Pencarian Fakta (Fact Findings) : pemastian kedudukan fakta yang sebenarnya dianggap sebagai bagian penting dari prosedur penyelesaian sengketa.
-          Jasa – jasa baik : cara penyelesaian sengketa melalui atau dengan bantuan pihak ke tiga, dengan fungsi mempertemukan para pihak sedemikian rupa sehingga para pihak mau duduk bersama, dan bernegoisasi.
-          Artbitrase : penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral yang mengeluarkan putusan bersifat final dan mengikat.
-          Pengadilan Internasional : alternatif penyelesaian sengketa selain cara – cara diatas adalah memalui pengadilan ada pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus.
b.      Penyelesaian melalui kerangka regional diplomatik :
-          Treaty of amity & cooperation in south east Asia tahun. Mekanisme ini juga menggunakan High council
-          ASEAN Security Community (ASC)
-          ASEAN Regional Forum (ARF)
-          Penyelesaian secara hukum dan Arbitrase :
1.      Mahkamah Internasional
2.      Internasional Tribunal On the Law Of the Sea (ITLOS)
3.      Arbitrase Internasional
2.      Penyelesaian sengketa dengan Paksaan / Kekerasan :
a.       Tindakan berbalasan
b.      Embargo
c.       Blokade secara damai
d.      Perang

Menurut hukum laut Internasional, Malaysia dan Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1983 maka idealnya penyelesaian sengketa berdasarkan pada UNCLOS 1982 bukan pada ketentuan yang berlaku sepihak. Menurut UNCLOS proses penentuan garis batas landas kontinen mengacu pada Pasal 83 yang mensyaratkan dicapainya solusi yang adil atau “equitable solution” (ayat 1) untuk mencapai solusi yang adil inilah kedua negara dituntut untuk berkreativitas sehingga diperlukan tim negosiasi yang berkapasitas memadai.[6] Perlu diperhatikan bahwa adil tidak selalu berarti sama jarak atau equidistance. Sehingga status hak berdaulat atas Ambalat belum sepenuhnya jelas. Konvensi hukum laut menyediakan berbagai metode dalam rangka penyelesaian sengketa hukum laut. Penyelesaian kasus batas maritim dapat dilakukan dengan negosiasi atau dengan bantuan pihak ketiga, sejauh ini Indonesia dan Malaysia memilih negosiasi sebagai jalan penyelesaian sengketa. Secara Yuridis Indonesia diuntungkan oleh adanya pasal 47 UNCLOS bahwa sebagai negara kepulauan Indonesia dapat menarik garis di pulau – pulau terluarnya sebagai patokan untuk garis batas wilayah kedaulatan. Untuk menyelesaikan sengketa wilayah Ambalat ini dapat melalui perundingan bilateral dengan memberi kesempatan kedua belah pihak untuk menyampaikan argumentasinya tentang wilayah yang disengketakan di forum bilateral. Sejauh ini Indonesia dan Malaysia memilih negosiasi sebagai jalan penyelesaian sengketa.

Menurut saya walaupun Indonesia berada di atas angin karena sudah mengeksploitasi daerah Ambalat sejak tahun 80-an, ini tentunya menunjukkan keseriusan Indonesia untuk mengelola daerah tersebut. Namun dalam kasus sengketa blok Ambalat Indonesia juga harus tetap memperjuangkan agar tidak seperti kasus Sipadan – Ligitan yang jatuh ke tangan Malaysia, jangan sampai Indonesia mengalami kembali hal yang sama  seperti kasus Sipadan – Ligitan tersebut. Oleh karena itu Indonesia harus terus meningkatkan kemampuan diplomasi disertai bukti – bukti yang ada untuk meyakinkan pihak lawan bahwa blok Ambalat secara hukum memang menjadi bagian dari wilayah teritorial Indonesia dan Indonesia harus memasukkan Ambalat dalam Peta Indonesia dan di sahkan dalam peraturan perundang – undangan di Indonesia untuk menegaskan bahwa pulau  tersebut milik Indonesia karena kita ketahui pengalaman Indonesia atas lepasnya Pulau Sipadan – Ligitan diakibatkan dari pertimbangan Mahkamah Internasional bahwa Indonesia tidak memiliki effective occupation yakni peraturan hukum yang menegaskan bahwa Pulau Sipadan – Ligitan termasuk ke dalam wilayah Indonesia.

Indonesia juga harus terus meningkatkan pengelolaan sumber daya minyak yang merupakan sumber daya yang melimpah di Ambalat agar sumber daya minyak tersebut tidak di curi oleh Malaysia, tidak lupa Indonesia juga harus meningkatkan penjagaan TNI di perbatasan – perbatasan karena dengan kekuatan militer kita yang besar maka negara lain akan takut pada kita dan tidak berani mencari masalah dengan kita bahkan merebut pulau – pulau kecil yang Indonesia miliki. Karena daerah – daerah perbatasan rawan terjadi persengketaan dan seharusnya pihak Indonesia dan Malaysia menetapkan dengan benar garis batas wilayahnya agar tidak terjadi persengketaan yang berlarut – larut seperti kasus sengketa perairan Ambalat ini.






[1] Kompas, RI Peringatkan Malaysia Soal Blok Ambalat, dalam http://nasional.kompas.com, diakses pada 10 Mei 2017.
[2] Boer Maun, 2008, Hukum Internasional (Peringatan, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global), Bandung : Alumni, hlm 357
[3] Aziz Ikhsan Bakhtiar, 2014, Penyelesaian Sengketa Antara Indonesia dan Malaysia di Wilayah Ambalat Menurut Hukum Laut Internasional, Jakarta : Staf Dinas Pengadaan TNI AL MABESAL Cilangkap Jakarta.
[4] Agus Subagyo, Studi Kasus Upaya Mempertahankan Blok Ambalat Sebagai Wilayah NKRI : Belajar dari Lepasnya Pulau Sipadan Ligitan, Bandung.
[5] Op Cit, Aziz Ikhsan Bakhtiar.
[6] I Made Andi Arsana, Penyelesaian Sengketa Ambalat Dengan Delimitasi Maritim : Kajian Geospasial dan Yuridis, Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

1 komentar: